Friday, January 8, 2016

“Dari Tepian Mata Angin”

Dulu, di dalam belai semilir kesejukan pun kau tak bisa terpejam
Desingan peluru bagai hantu yang tak segan menguliti isteri dan anakmu
Wajah-wajah imperialisme bagai utusan Tuhan untuk mencabuti nyawa
Ketakutaan, satu-satunya hal yang kau miliki

Hingga dari tepian mata angin, mereka yang kau kira malaikat itu membawa nafas baru
Nafas yang tak pantas bersembunyi, nafas yang tak pantas diinjak, nafas yang hembus akhirnya membawa aroma kehormatan surga
Dengan lafadz yang menggelora Mereka hanya memintamu untuk menjadi lelaki
Yang terlahir sebagai pelindung, yang tak patut meringkuk memeluki ketakutan

Kau yang berdiri dengan gagah, berlari kencang merindui kematian
Membuat goyah pasukan lawan, menebar ketakutan di gurat wajah para penjajah
Hingga tubuhmu terkoyak, roboh dalam dekapan ajal
Mengalirkan darah harum yang damai dalam pelukan Pertiwi

Kini, kami sama sepertimu di awal ketakutan
Meringkuk tak berdaya dalam bayang wajah-wajah rakus
Meratapi jiwa layu diiringi tangis anak-isteri
Diinjak, dihina, dipermainkan oleh koalisi penguasa negeri
Kami ada di kolong langit negeri ini
Menunggu sosok bagai malaikat dari tepian mata angin
Yang membawa nafas baru
Menggiring kami untuk menggenggam jalan pejuang
Untuk menjadi pahlawan di atas tanah ini

No comments:

Post a Comment